TRIP BADUY 18-19 Maret 2023 (IND)

TRIP BADUY 18-19 MARCH 2023

Kali ini ikut open trip lagi bareng explorer, trip kali ini sangat berat  dan spesial karena dibarengi dengan flu berat dan hidung meler sepanjang trip. Trekking masih ok, elevasi tidak terlalu tinggi tapi kombinasi panas matahari, flu dan kurang tidur lumayan untuk menjajal diri.

Perjalanan dimulai dari Stasiun Kereta Rangkasbitung jam 9, kita bersepuluh dengan 3 guide, naik bus elf sekitar 2 jam ke terminal Ciboleger. Terminalnya sepi, jarang ada orang, mungkin karena hampir bulan puasa. Disini ada mini market dan warteg dan kita bisa ketemu orang Baduy juga, mereka kadang-kadang keluar untuk membeli barang atau berjualan.

Terminal Ciboleger, sangat panas dan terik!

Setelah makan siang, kita mulai jalan ke pintu masuk Baduy luar, jaraknya 200m dari Terminal Ciboleger. Setelah itu lanjut jalan 3-4 km ke jembatan bambu, foto-foto terus turun ke sungai. Sepanjang jalan kita melewati 7 perkampungan, Kadu Ketug 1, Cipondoh, Kadu Ketug 3, Legok jeruk (kampung baru), Balingbing, Marengo, Gajeboh, perkampungan ini semuanya letaknya berdekatan, ada 64 kampung di Baduy luar dan 3 kampung di Baduy dalam.

Pintu masuk Baduy Luar dan semua anggota trip.

Baduy bukan nama tempat atau suku, melainkan istilah yang diberikan oleh orang luar karena mereka disekitar tempat mereka tinggal (Desa Kanekes), terdapat Gunung Baduy dan Sungai Cibaduy. Sebenarnya mereka lebih suka dipanggil Urang Kanekes, orang Baduy luar dipanggil Urang Panamping dan orang Baduy dalam dipanggil Urang Tangtu. Orang Baduy sebenarnya orang Sunda dan Bahasa sehari-hari mereka Bahasa Sunda.

Jembatan bambu

 

Kita menyebrangi jembatan dan turun ke sungai untuk beristirahat dan main air.

Biasanya kita akan masuk ke Baduy dalam, tapi berhubung sedang bulan Kawalu, bulan larangan, semua orang luar tidak bisa masuk ke Baduy dalam, jadi kita menginap di Baduy luar, di rumah warga. Hanya ada 3 tamu yang diterima Baduy dalam selama bulan Kawalu, tamu dari pemerintah, teman sendiri, dan orang yang ada keperluan spiritual, biasanya ketemuya dengan Puun, ketua Desa. Dalam setahun ada 3 bulan Kawalu, dan waktunya setiap tahun tidak pernah sama, jadi jika ingin mengeksplor Baduy dalam, sebaiknya pastikan dulu jadwalnya. 

Pada malam hari kita menginap di Kampung Marengo, dan kita disuguhi makan malam, makanan sederhana dan enak. Sorenya kita dapat snack cireng dan jagung. Dipagi hari kita juga dapat sarapan nasi goreng (benar-benar trip yang menyenangkan, dapat makan enak terus, hehe 😁). Setelah sarapan kita mulai trekking jam 8 ke jembatan akar sejauh 11 km. Sebenarnya dari kampung Marengo ke Baduy dalam hanya 4 km, jadi trekking jelajah Baduy luar lebih jauh daripada ke Baduy dalam.

Kampung Marengo

Tepat jam 8 pagi sebelum berangkat , kita berfoto dulu sebelum berpisah sama yang lain, ada yang tidak ikut ke jembatan akar, mereka langsung balik ke terminal Ciboleger dan lanjut ke stasiun Rangkasbitung. Sedangkan kita masih harus trekking melewati 5 kampung, 1 danau, 1 jembatan dan berakhir di desa Nagayati diluar Baduy.

  

Dalam perjalanan kita melewati saung dan melihat proses pembuatan gula aren.

Nira dikumpulkan ke dalam bambu dan dimasak.

  

Kemudian dituangkan ke dalam cetakan (gb kiri). Daun dianyam jadi tempat untuk menaruh gula aren (gb kanan).

 

Produk akhir, gula aren Baduy murni tanpa campuran, benar-benar enak, lembut dan meleleh dimulut, bikin ketagihan!

Sebelum ke jembatan akar, kita berhenti di Danau Dangdang Ageung untuk berfoto. Ayah dan Danau Dangdang Ageung (gb).

      

Jembatan super keren yang terbuat dari akar dan diperkuat dengan bambu. 

Dari jembatan akar, kita jalan 2 km dan disini kamu bisa pilih mau jalan atau naik ojek, biayanya Rp 20,000,- setelah itu kita sampai di pemberhentian terakhir, Kampung Cakuem, daerah ini sudah diluar Baduy luar. Bus elf sudah siap dan setelah bersih-bersih kita balik ke Stasiun Rangkasbitung, naik kereta balik Jakarta, begitulah akhir trip ini.

Sebenarnya yang paling menantang dari trip ini adalah BAB, Orang Baduy melakukan semua kegiatan bersih-bersih di sungai, sedangkan toilet yang dibangun untuk turis tidak ada septic tank, hanya untuk mandi dan buang air kecil, bagi yang harus setor setiap hari disarankan membawa sarung (atau tahan aja sampe pulang😜).

Walaupun hanya berjarak 4 km, Baduy dalam lebih ketat disbanding Baduy luar, mari kita lihat perbedaannya :

Baduy dalam

Baduy luar

Tidak boleh menggunakan alat transportasi dalam bentuk apapun selain berpergian dengan kaki.

Tidak boleh ke dokter, ada dukun yang akan menyembuhkan penyakit.

Tidak bisa memilih sendiri calon istri/suami.

Hanya boleh memakai pakaian warna hitam atau putih.

Rumah hanya terdiri dari 1 ruangan, pembagian ruangan untuk dapur, kamar tidur, kamar tamu hanya dipisahkan dengan kayu setinggi kurang dari 10 cm yang diletakkan dilantai.

Tidak ada beranda, tempat menerima tamu ada di dalam rumah. (maaf tidak ada gambar, kita tidak mengunjungi Baduy dalam, pakai imajinasi aja)

 

Boleh menggunakan alat transportasi dalam bentuk apapun tetapi tidak boleh ada kepemilikan atas transportasi tersebut.

Boleh ke dokter dan melahirkan  di rumah sakit.

Bisa memilih sendiri calon istri/suami.

Boleh memakai pakaian warna apa saja.

Rumah terbagi dalam beberapa ruangan, dapur, kamar tidur, dll

 


Di depan rumah ada beranda, tempat menerima tamu, bisa juga sebagai tempat berjualan makanan, air, cemilan, suvernir, baju, kain dll.

            

Kesamaan Baduy luar dan dalam :

Mereka tidak menganut agama Islam, mereka meyakini Sunda Wiwitan.

Baduy dalam adalah pusat dari semua kegiatan budaya, Baduy luar mengikuti kegiatan Baduy dalam.

Filosofi mereka "Lojor teu menang dipotong, pendek teu menang disambung" (dalam Bahasa Sunda) artinya segala sesuatu yang ada di dalam Baduy, dari aturan dan segalanya yang sudah ada tidak boleh diubah.

Mereka menanam padi setahun sekali.

Tidak ada sekolah, anak laki-laki belajar dari ayahnya, anak perempuan belajar dari ibunya.

Wanita membawa batang kayu pulang dari bekerja diladang.

Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, semua berbagi pekerjaan yang ada. Mereka bekerja dari pagi hingga sore di ladang.

Tidak ada hari libur, semua hari adalah sama.

Orang yang meninggal akan dianggap tiada setelah 7 hari meninggal.

Bayi akan diberi nama dan gelang (Kapuru ) setelah 7 hari lahir.

Semua rumah ukurannya sama 6x12m.

Mereka tidak boleh makan daging kambing, daging ayam hanya dimakan pada saat ada perayaan atau upacara adat seperti pernikahan dll

Mereka tidak boleh menggali atau menebang pohon, rumah harus dibangun disesuaikan dengan kontur tanah.

Jika ada 2 kepala keluarga di dalam sebuah rumah, maka harus ada 2 perapian untuk memasak. Bagian bawah tungku disebut Parako, terbuat dari abu kayu, tanah dan daun.

     

Atap rumah terbuat dari daun Kirai, bisa bertahan sampai 4-5 tahun. Segala sesuatu di Baduy ada aturannya, jika mereka ingin membangun atau memperbaiki rumah atau jembatan atau lainnya, harus dilakukan pada saat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan. Jadi rumah setiap orang diperbaiki pada saat yang bersamaan.

     

Leuit atau lumbung Padi, setiap keluarga memiliki lumbang padi sendiri, dan bagi mereka beras adalah suci karena mereka percaya Dewi Sri (Dewi Padi). Beras yang disimpan di dalam lumbung digunakan untuk makan sehari-hari dan upacara adat, jika berasnya tidak cukup, mereka boleh membeli beras dari luar, tapi beras untuk upacara adat harus dari ladang mereka sendiri, tidak boleh dibeli dari luar. Pintu masuk lumbung dari bagian atas yang berlubang.

     

Setelah padi dipanen, diikat dan digantung untuk dikeringkan.

Saung Lisung, tempat untuk memisahkan padi dari kulitnya. Setiap kampung mempunyai satu Saung Lisung, dan panjangnya sama 6-7 m.

Selain beras, masyarakat Baduy juga menanam durian, pete, jengkol, kencur dll, mereka juga menjual madu yang diambil dari hutan.

      

Bubu terbuat dari anyaman bambu, untuk menangkap ikan.

Ada banyak infromasi yang tidak dapat dijelaskan disini  karena kalau semua dimasukkan disini , sudah bukan blog lagi, tapi ensiklopedia. Ingin tahu lebih banyak? Jangan malas, ikutlah trip Baduy dan lihat sendiri dari dekat.

Terima kasih kepada semua anggota tim yang berjuang bersama sampai akhir perjalanan kita, semoga kita berjumpa lagi. Terima kasih juga kepada Mas Opik selaku guide yang sampai harus mengulang-ngulang jelasin ke aku mengenai Baduy dan juga Mas Rian dan Hanri yang sudah membantu mendokumentasikan trip ini, termasuk orang-orang Baduy, Ayah, Hendry, si kembar dan lainnya, terima kasih sudah diterima sebagai tamu di Baduy. 

Cerita dibelakang layar :

     

Mas Opik dan anak Baduy (gb kiri). Rian, fotografer kita, terima kasih uda nenteng kamera berat sepanjang perjalanan (gb kanan).

    

Ayah dan anaknya yang imut, (maaf ya jadi lari-lari ngikutin saya) (gb kiri). Hendry, pemuda Baduy, selalu tenang dan tersenyum, tapi punya Instagram hahaha… (gb kanan).

Anak-anak Baduy yang imut (gb kiri). Sari (anak perempuan di kanan), ibu dan adiknya (gb kanan).

                                Tanya jawab Biology ditengah trekking...

                                R : kamu tau ini apa?

                                P : bentar, tanya mbah google dulu.

                                E : … (itu bukannya jeruk?)

3 ksatria indomie, tripnya cuma 2 hari, ini kok makan indomie sampe 3x, fans indomie abis! Abis hiking makan indomie lagee 🙈

                 

Rome (ceria dan super bawel), lagi latihan jadi model di tepi sungai dengan baju pinjaman, bagi yang butuh model, boleh dihubungi (gb kiri). 

Paris, sesuai dengan tulisan digelangnya “undefeatable “ (tidak terkalahkan), selalu tenang dan menghanyutkan (gb kanan).

                  

Eva, tukang jaga jembatan, ceria dan sabar, pertama kali trekking 12 km (gb kiri). Pasangan serasi, bikin iri aja… (gb kanan).

Sebuah trip yang tidak terlupakan bersama teman-teman dan pada saat kita mengenal kehidupan masyarakat Baduy yang sederhana, sepertinya kehidupan kita diera yang serba teknologi canggih ini terlalu dimanja dan ujung-ujungnya kita merusak alam karena keegoisan dan kemanjaan kita yang memprioritaskan kenyaman diri sendiri. Kita harus lebih menghargai dan menghormati alam dan bersyukur atas apa yang kita miliki dihidup ini. Sampai jumpa lagi Urang Kanekes! Ciao!

Comments

Popular Posts